Investasi
“Amangoyamang Tiur, parmatekki Tiur. Sudahlah bapakmu mendua karena aku menua. Hilang pulak lagi hepeng si rojan ini. Kek mana lagi ini kubikin,Tiur,” jerit tangis Mak Tet semakin menjadi-jadi.
**
Kisah ini bermula ketika Mak Tet meminta Tiur mengajarinya bermain media sosial. Setelah belajar beberapa hari Mak Tet keranjingan menonton siaran langsung orang yang berjualan di media sosial, sampai-sampai dia hapal jadwalnya. Sudah sering ayam dan bebeknya lupa diberi makan. Tiur mafhum kalau ibunya kesepian.
Belakangan suara paling merdu yang didengar Mak Tet adalah suara Burjo, pegawai ekspedisi.
“Paketttttt…… Mak Tet,paket,”teriak Burjo dari pagar.
Mak Tet yang tadinya tidur dengan cepat melesat ke pagar. Tiur geleng-geleng melihatnya. Mulai dari barang penting sampai barang kurang penting seperti penggaruk punggung elektrik dibeli Mak Tet.
Ini kali kedua Mak Tet ditipu secara online. Sebelumnya Mak Tet tertarik dengan ponsel yang dilihatnya dijual kawannya. Mak Tet tergiur dengan harga miring. Disuruhnya Tiur mengirim uang sebesar sembilan ratus ribu untuk ponsel seharga empat juta rupiah. Tiur protes karena curiga. Mak Tet berkeras.
“ Untukmunya hempon itu kukasih Tiur. Hemponmu yang lama sama Mamak. Heran aku samamu. Dikasih yang bagus malah banyak cincong,Kau. Transferlah nei selak sore nanti jadi tutup Kantor Pos.”
Barang ditunggu sampai sebulan tetapi tidak muncul. Mak Tet sibuk menghubungi saudaranya di kepolisian. Hasilnya nihil. Mak Tet kesal dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Janjinya dipegang erat sampai sebulan lamanya.
Suatu ketika Mak Tio, kerabatnya datang ke rumah. Sepuluh menit pertama alasannya meminjam tandok lama-lama jadi bergosip. Mak Tio bilang kalau ada saudaranya di kota jadi kaya mendadak. Ting. Langsung Mak Tet menajamkan kupingnya. Senang kali dia kalau ada yang bahas uang.
“Tau kau, Eda. Sudah kaya si Dior dabah. Ikut bisnis online dia di Pesbuk. Cuma lima juta modal awalnya, Eda. Langsung beranak uangmu enam bulan jadi empat puluh juta. Investasi ini. Duduk-duduk aja kita datang hepeng. Apa gak enak. Ikutlah kita, yok!”bujuk Mak Tio. Cari kawan dia.
Mak Tet mengangguk cepat sambil mengkalkulasi harta bendanya. Ada simpanannya di bank. Rencananya uang itu untuk biaya masuk kuliah si Tiur. Cuma masih kurang jadi pas kali ada bisnis ini. Masih kurang satu juta tujuh ratus dari lima juta. Dia merenung. Ah, ingat kalau bebek dan ayamnya berjumlah puluhan. Sepulangnya Mak Tio bergegas dia memanggil Tiur.
“Tiurrr, ambil dulu tali itu dan bantu dulu Mamak mengikati semua ayam sama bebek ini. Biar kita bawa besok ke Pajak.”katanya semangat.
Aduh apalagi ini, batinnya. Tiur ogah-ogahan. Dibantunya Mak Tet menangkap dan mengikati sayap dan kaki unggas itu.
***
Sampailah waktu yang ditunggu. Enam bulan kemudian.
Mak Tet bangun lebih cepat dari biasanya. Semangatnya tidak terbendung. Sudah terbayang bisa menyekolahkan Tiur sampai sarjana. Jam enam pagi semua tugasnya sudah selesai.
Diambilnya ponsel di atas meja dan segera mencari kontak nama Mak Tio. Tidak tersambung. Dicobanya sekali lagi. Tidak juga. Ah, mungkin belum bangun, batinnya.
Diteleponnya lagi. Ada suara. Yes! pikirnya kesenangan.
“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Mohon periksa kembali nomor tujuan anda.”
Tangan Mak Tet mulai berkeringat. Diremasnya buku tangannya sambil mencoba berpikir positif. Oh iya, ke rumahnya saja aku, toh cuma jarak setengah jam dari sini, batinnya lagi. Bergegas dipanggilnya becak di simpang gang. Tak lupa diajaknya Tiur ikut serta.
Hasilnya nihil. Rumah Mak Tio kosong melompong. Informasi dari sebelah rumahnya sudah pindah minggu lalu. Tidak tahu kemana perginya. Mak Tet bingung dan menangis sejadi-jadinya. Banyak saudara diteleponnya. Siapa tahu ada solusi.
Dapatlah satu ide, memviralkan akun Mak Tio dan Dior di media sosial. Mak Tet cepat membuka akun media sosial kedua temannya, tidak ditemukan. Dua kemungkinan, dia diblokir atau akun mereka sudah dihapus.
Mak Tet tidak pantang menyerah. Dicarinya foto bersama Mak Tio di galeri ponselnya. Cepat jarinya mengetik status di Pesbuk dan menandai ratusan orang. Statusnya satu kalimat dan semuanya menggunakan huruf besar, sebesar kemarahannya sekarang. Respon berupa komentar mulai memasuki kotak pemberitahuannya. Sebagian ikut memaki sebagian lagi mengaku tertipu juga. Puas Mak Tet membaca makian di kolom komentarnya.
Puasnya hanya hitungan jam. Sisanya dia mulai sadar kalau uang , bebek dan ayamnya raib. Cita-cita menyekolahkan Tiur sampai sarjana pun terancam hilang. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak.
***
“Tiur….. Tiur. Sadar,Tiur,” panggil Mak Tet sambil menggoyang-goyang badan Tiur.
Tiur terdiam. Suasana disekitarnya seolah melambat dan gelap.
Keterangan:
Amangoyamang = Aduh
Parmatekki = Matilah aku
Hepeng = uang
Rojan = menceret (mengungkapkan rasa kesal).
Selak = jangan
Dabah = loh
Pajak = pasar
Tandok = tempat beras seperti karung yg biasanya terbuat dari plastik, daun pandan atau bambu dianyam untuk dibawa ke pesta pernikahan adat batak
Eda = sapaan kekerabatan untuk sesama perempuan yang berlainan marga
Medan, 2 Juni 2020
Penulis : Maria Julie Simbolon
Komentar
Posting Komentar