Nanti lah, Nanti lah, eh Jadinya Bablas
Sumber Gambar: Unsplash
Hai, Penunda. Mari Sini Berkumpul!
Siapa di sini yang suka menunda alias deadliners akut? Yak, turunkan tangannya. Siapa di sini yang sering memarahi diri sendiri, merasa bersalah, malu dan menyesal tiada akhir karena akhirnya lagi-lagi menunda pekerjaan? Bah! Sama orangnya dengan yang pertama tunjuk tangan di pertanyaan pertama, ya. Hahhahha.
Sering sekali rasa cemas yang meliputi membuat aku kehilangan fokus dan niat untuk melanjutkan tugas yang harusnya kukerjakan. Maka bisa ditebak keputusan selanjutnya adalah aku akan menunda. Padahal kalau pikiran sedang jernih dan tenang, tugas yang kelihatan sulit bisa dan mampu dikerjakan dalam waktu singkat dan jauh dari tenggat deadline. Macam ada slogan di kepala ini yang bilang, “Pantang dikerjakan kalau deadline tidak mengintip dan bawa pentungan di depan mata.”
Menurut psikiater dr. Jiemi Ardian, prokrastinasi adalah perilaku seseorang mengganti tugas yang prioritasnya tinggi dan penting dengan hal-hal yang berprioritas rendah bahkan unfaedah. Sehingga sering kali pekerjaan yang harusnya segera dikerjakan menjadi terbengkalai atau tidak dikerjakan.
Apakah aku atau dirimu yang relate dengan prokrastinasi ini adalah pemalas yang bersembunyi di balik istilah-istilah? Apakah memang ini karena ada di dalam dirimu yang tidak ingin maju dan senang berlama-lama dan menikmati keadaanmu sekarang? Duh, mulai deh ngeblaming diri lagi. Stop, Berbi! Stop, Ferguso!
Ada satu masa di mana aku harus mengerjakan tugas yang sangat penting di hari deadline berlangsung. Gila! Deadline pukul sembilan pagi dan aku baru mengetik pukul dua dini hari. Alhasil, jam tidur jadi harus dikorbankan. Duh! Bukan tidak mungkin kesehatan pun akan semakin menurun karena perilaku menunda ini. Tugas selesai, tapi elu-nya meninggoy. Takuttttttt. Hhahahahah. Padahal kalau bisa fokus dan tidak diliputi kecemasan berlebih tugas ini bisa dikerjakan dengan baik dan rapi.
Masalahnya ide baru datang kalau deadline tiba, Marjul? Keadaan terburu-buru itu yang membuat adrenalinku terpacu. Gimana, dong? Aku pun mengalaminya. Kita di dalam kapal yang sama ini. Mari berpelukan sejenak. Hahhaha. Padahal ada ‘hantu’ yang mengintai perilaku kita ini loh. Kebayang dong di saat deadline tiba listrik padam, charger-an laptop rusak, internet mati dan perutmu tiba-tiba sakit. Hayooo lu. Yakin tugasmu bisa dikumpulkan tepat waktu?
Pernah satu kali aku harus mengetik tugas yang harus dikumpulkan segera sambil pup karena tingkah burukku ini. Kacau kacau. Saat keadaan sedemikian kacau biasanya terbitlah tekadku untuk bertobat. Pokoknya mulai besok aku akan mengerjakan tugas segera dan jauh dari deadline. Titik gak pakai koma. Apakah ente bertobat, Berbi? Biasanya iya. Beberapa hari kemudian kumat lagi.
Banyak cara sudah kulakukan, mulai dari teknik pomodoro, membuat to do list, mengurangi standar, mengerjakan dengan mindful, bantuan aplikasi dan sebagainya. Namun balik lagi balik lagi. Batu banget sehhhhhh, lu. Tabok sekali, nih! Kenapa cara ini menjadi tidak efektif? Karena ternyata aku tidak paham konsep dasarnya.
Dokter Jiemi mengatakan sebenarnya hal ini terjadi bukan karena si penunda ini sedang menghindari tugasnya. Jadi apa, Marjul? Hal ini terjadi karena kita ingin menghindari perasaan kita sendiri. Perasaan cemas, tegang, tidak nyaman, takut, dan khawatir terkait tugas yang diberikan. Seseorang menunda karena ingin menghindari triggernya. Apa trigger atau pemicu rasa tidak nyaman ini? Beban tugas tadi.
Di dalam terapi kognitif ada yang disebut kesenangan yang ditunda dan kesenangan yang instan kemudian ada juga yang disebut konsekuensi yang ditunda dan konsekuensi yang instan.
Di dalam hal penundaan, tugas yang harusnya dikerjakan, tapi tidak dikerjakan bisa dilihat dari terapi kognitif ini. Adakah konsekuensi tugas bila tugas ditunda untuk dikerjakan? Ada tetapi nanti. Si penunda tidak merasakan akibatnya saat ini karena waktu mengumpulkan tugas masih lama.
Namun, ketika kita berkata, “ Ah, hitung-hitung self reward lah. Ah, nanti dulu deh tugasnya kukerjakan. Nonton drakor dulu satu episode. Ah, nanti saja kukerjakan, sebats dulu. Ah, nanti dulu kukerjakan, free fire dulu. Ah nanti aja kukerjakan tik-tok dulu, makan dulu, rebahan dulu, skidipap dulu. Eh. ” Perkataanmu ini lah yang akan mengundang rasa nyaman di hatimu. Perasaan ini dinamakan kesenangan instan. Maka kecemasan dan ketegangan yang dirasakan di awal akan mereda karena menunda. Paham? Kalau tak paham berdiri di pojok sana. Kusetrap dulu kau sekelak. Hahahahha.
Gimana kalau kita kerjakan tugasnya sekarang juga? Akan ada perasaan tidak nyaman karena harus fokus mengerjakannya. Kita perlu dan jadi harus menghadapi dua hal. Menghadapi tugasnya dan menghadapi perasaan tidak nyamannya hati kita karena tugas tadi.
Sumber Gambar: Unsplash
Apa yang dirasakan pikiran kita? Mengerjakan tugasnya tidak ditunda tapi kesenangannya yang menjadi tertunda. Padahal otakku yang batu ini mintanya kesenangan itu dihadirkan sekarang juga. Dengan skroling hempon selama berjam-jam misalnya. Duh duh duh.
Bila ditelaah lebih jauh, sebenarnya perasaan tidak nyaman ini harus dilawan karena akan ada keuntungan dan kesenangan yang menanti di depan sana. Apa keuntungannya? Tugasmu selesai jauh sebelum deadline, dirimu memiliki waktu kosong untuk mengerjakan hal lain, tidak terburu-buru, dan syukur-syukur bila dilakukan konsisten akan berubah menjadi kebiasaan baru. Kau akan dengan bangga bilang, “ Selamat tinggal buat diriku yang penunda.” Hempaskan!
Hal ini bisa diterapkan ke hal lain, misalnya menunda berolahrga, menunda memakan makanan sehat, menunda mengubah kebiasaan buruk, menunda memutuskan hubungan toxic dan lain sebagainya. Hal ini bila dikerjakan akan mendapatkan kesenangan dan keuntungan besar, tapi nanti. Sedangkan menunda bila dikerjakan sekarang maka kesenangannya instan. Makanya ketika kita memutuskan untuk, “ Ayo, kita kerjakan!” akan timbul sekejap rasa tidak nyaman dan cemas tadi. Sanggupkah kau melawan rasa itu dan berubah, Barbie? Maunya enak sekarang tapi di belakang bermasalah atau mau enaknya nanti tapi sekarang harus menghadapi rasa tidak nyaman itu? Jawab sendiri lah di dalam hatimu, ya.
Jadi jadi jadi. Kenapa lah ide itu baru datang menjelang deadline tiba, Marjul? Karena konsekuensi menantimu di depan mata, heyyyy. Tidak dikerjakan maka potong gaji. Tidak dikerjakan maka tidak dapat nilai. Tidak dikerjakan maka bla bla bla. Macam-macamlah konsekuensinya. Kau isi sendirilah, ya. Hahhaha.
Maka apa yang harus dilakukan? Dokter Jiemi menyarankan kita untuk menyadari perasaan ini dan mengambil jarak antara kita dan reaksi tadi. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan 5 second rule. Apa lagi itu? Pada saat rasa menunda tadi muncul, kau harus segera berhitung mundur. Hitung dari angka LIMA, EMPAT, TIGA, DUA DAN SATU.
Sambil berhitung, kau harus mengamati pikiranmu. Apakah yang kulakukan ini berguna untukku? Adakah nilai gunanya untukku? Apakah pilihan menunda ini membawa nasib baik untuk jangka panjangku? Dengan memberi pertanyaan ini ke dirimu, kau akan berpikir ulang tentang keputusanmu. Pilihlah dengan bertanggung jawab dan berani menerima konsekuensinya. Stop untuk menyalahkan hal lain di luar dirimu karena kau lah kapten atas pilihan ini.
Setelah paham konsep ini, barulah gabungkan dengan teknik pomodoro, to do list, dan lain sebagainya, ya. Bila kau berhasil untuk tidak menunda dan mengerjakannya maka jangan lupa untuk mengucapkan selamat kepada dirimu karena itu adalah kesenangan instan yang layak kau dapatkan untuk dirimu. Gantikan kesenangan instan karena menunda dengan kesenangan instan karena memuji dan menghargai diri sendiri atas pencapaianmu.
Sumber Gambar: Unsplash
Kau bisa ucapkan, “Hey, aku bangga padamu, Marjul. (Sebutkan namamu sendiri, ya. Jangan namaku. Hahahhha. Becandaaa.) Terima kasih diriku sudah memilih hal benar dan berguna untuk hidupmu. Selamat ya diriku karena kita melalui satu hari lebih baik dari kemarin.” Berikanlah kesenangan instan atau instant gratification ini kepada diri kita karena kita berpikir dan berperilaku sehat.
Maka LIMA, EMPAT, TIGA, DUA DAN SATU. Inhale exhale inhale exhale. LAKUKAN SEKARANG! Salam.
Penulis: Maria Julie Simbolon
Medan, 26 April 2021
#Ulasan
#UlasanBuku
#30HariBlogBer14
#BloggerMedan
Mantap kak Marjul
BalasHapusTerima kasih, ya.
HapusMantap kak Marjul
BalasHapusTerima kasih, ya.
Hapus